Stop Phubbing All The Time

Phubbing. Mungkin kata ini baru banyak dikenal orang di tahun ini. Dikutip dari stopphubbing.com, phubbing is the act of snubbing someone in social setting by looking at your phone instead of paying attention. Jadi jika saya terjemahkan, phubbing merupakan suatu tindakan penghinaan terhadap seseorang dalam lingkungan social dengan terus-terusan melihat ponsel daripada memerhatikan sekitar. Jelas sudah bahwa phubbing ini merupakan fenomena yang terjadi sekarang yaitu ketergantungan kita pada ponsel dan gadget.

 
Jaman sekarang, kita harus akui, kita punya ketergantungan dengan ponsel dan gadget. Saya juga mengalami. Rasanya kalau tidak bawa ponsel benar-benar ada yang kurang. Tapi bagi saya sebatas kurang saja, pada akhirnya saya tidak akan merasa sangat gusar karena tidak membawa ponsel. Toh, pulang nanti saya bisa langsung buka, kalaupun ada yang kesal karena saya tidak bisa dihubungi, ya saya tinggal minta maaf, mau bagaimana lagi. 

Bagi saya itu sebuah ketergantungan, tapi diluar sana saya memperhatikan banyak orang yang punya kelakuan lebih parah dari saya. Ketergantungannya lebih-lebih besar. Mengapa saya bilang begitu? Karena setiap saat setiap detik, ponsel atau gadget harus ada di dekat mereka, paling jauh jaraknya ya di dalam tas. Saya berbicara atas dasar pengamatan saya lho, bukan sekedar asal bicara. 

Di bulan ramadhan misalnya, saat sholat tarawih. Ponsel harus diletakkan di dekat tempat sujud. Sebelum sholat, buka gadget, masih adzan buka gadget (bukannya menjawab adzan lagi), selesai dua rokaat pertama ada jeda, buka gadget, mulai ceramah buka gadget, jalan pulang buka gadget.

Waktu ibadah yang kita bagi tidak banyak dalam sehari saja, masih harus dibagi lagi dengan gadget. Jangan heran kalau waktu untuk mengabulkan doa-doamu juga di kesampingkan.

Contoh lain di kereta, udah segitu penuhnya juga masih sempat-sempatnya main game di gadget. Udah segitu penuhnya juga masih sempat-sempatnya selfie.

Akhirnya orang lain yang kena getah hasil tidak fokusnya.

Aktifitas yang seharusnya tidak memakai gadget juga sekarang jadi harus melibatkan gadget. Mau lari pagi, harus pasang music di gadget dulu pakai headphone Bluetooth, baru lari 10 meter ambil foto selfie dulu berulang-ulang sampai dapat gambar yang paling kece. Larinya gimana nanti. 

Fungsi utamanya dimana?

Dan yang paling ngenes, kumpul sama temen bukannya ngobrol, malah main gadget. Tak masalah jika sebenarnya ada suatu kepentingan yang harus dilakukan ketika anda berkumpul. Tapi rasanya kalau hanya sekedar melihat foto profil orang lain di social media, sekedar main game, lalu mengabaikan orang-orang yang ada dihadapan, rasanya…

*tepok jidat*

Gadget bisa dibeli satu dua juta, kalau rasa perhatian dan seorang teman? 

Itu baru beberapa contoh dari kelakuan para maniak gadget. Inilah yang disebut phubbing.

Kesannya saya disini sinis banget ya sama yang punya gadget itu? Tidak ada maksud sinis. Saya juga punya gadget, Alhamdulillah lumayan mumpuni, dan terhadap gadget saya itu juga saya punya ketergantungan. Dalam satu hari tidak berkomunikasi dengan teman-teman saya itu rasanya tidak enak. Apalagi untuk kepentingan pekerjaan. Tapi yang saya rasakan, saya masih bisa membedakan waktu  kapan saya harus keluarin gadget saya, kapan harus saya simpan.

Gadget, entah itu bentuknya ponsel pintar, tablet atau apapun, sebenarnya perangkat yang punya fungsi besar. Kalau tidak ada gadget, saya sulit komunikasi dengan sahabat-sahabat saya yang ada di luar kota sana. Saya lebih sulit mengirim email-email pekerjaan, saya lebih sulit akses informasi di search enginee semacam google, saya sulit menghibur dengan musik dan banyak kemudahan lain yang tidak bisa saya dapatkan.

Ya, Gadget memudahkan urusan kita. 

Tapi alat itu berjalan atas kontrol kita. 

Bukan kita berjalan atas kontrolnya.

Jika akhirnya kita benar-benar ketergantungan dengan alat itu, bukankah itu namanya kita yang dikontrol.
Ketergantungan terhadap gadget akhirnya membuat seseorang menjadi apatis. Sadar atau tidak sadar. Waktu yang ada selalu dibagi untuk gadget, untuk melihat layar gadget, tidak melihat sekitar. Jika ada hal yang terjadi di sekitar, yang akan anda dapatkan cuma informasi simpang siur, alias terlambat cuy. Jika sudah begitu, bukannya kita bakal kehilangan kesempatan?

Dalam suatu video ilustrasi yang pernah saya tonton. Diceritakan ada seorang pria dan wanita yang ditakdirkan untuk berjodoh. Mereka berjalan dari arah berlawanan dan akhirnya bertemu di suatu persimpangan. Mereka melihat satu sama lain, lalu berkenalan, bercerita, akhirnya menjadi dekat lalu menikah dan hidup bahagia.

Kemudian video dilanjutkan dengan ilustrasi bagaimana kalau di persimpangan itu mereka sama-sama main gadget dan tidak melihat satu sama lain. Akhirnya tidak ada perkenalan, tidak ada cerita dan tidak ada pernikahan. Mereka baru bertemu saat sudah sama-sama tua dan baru menikah
Jodoh sih jodoh, tapi kalau sama-sama tidak mencari, kapan bertemunya?

Hanya karena gadget.

Takdir dan ketetapan itu ada, tapi Allah SWT juga mengantarkannya lewat berbagai kesempatan. Bagaimana anda mau meraih kesempatan kalau kerjaannya nunduk liat gadget terus?

Ini frasa umum sih. Tapi perlu diresapi. Gadget mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Padahal seharusnya gadget mendekatkan yang jauh dan menghangatkan yang dekat. Kita harus nikmati semua momen dekat atau jauh, bukan salah satunya.

Ketergantungan berlebihan terhadap gadget juga akan membuat anda kehilangan rasa istimewa pada momen-momen tertentu. Sejak kapan sih menangkap momen itu lebih berarti dari menikmatinya? Udara segar dan atmosfir dari pegunungan atau eksotisme pantai kan tidak akan kita dapat dari selembar foto? Tapi nyatanya sekarang malah sibuk acungin gadget buat selfie daripada menikmati momen itu sendiri. Lebih mending kalau selfie nya masih latar belakang pemandangan yang indah, lah ini isinya muka semua.

Sayang sekali jika terlalu banyak orang menjadi pribadi yang acuh karena terlalu banyak focus pada gadgetnya. Diluar sana masalah banyak, entah itu politik, sosial, religi, bahkan mungkin masalah pada diri sendiri. Gadget tak melulu memberikan solusi toh? Google tidak bisa menyelesaikan masalah sampai akhir, candy crush apalagi.  Akhirnya masalah-masalah tak punya penyelesaian, dan malah makin parah karena makin banyak orang yang acuh. Seorang phubbers akhirnya hanya bisa sibuk mengeluh di status media sosial mereka. Padahal jika mereka bergerak dan berusaha mencari solusi, ada kemungkinan terpecahkan toh?

Nah berdasar dari akibat buruk ketergantungan gadget yang ada, dilakukan lah kampanye stop phubbing di berbagai dunia. Misalnya, unicef akan memberikan akses air bersih dan bantuan lain untuk mereka yang membutuhkan kalau kita bisa berhenti menyentuh atau akses  ponsel dalam jangka waktu tertentu. Semakin lama maka yang didonasikan akan semakin besar. Produk pasta gigi lokal juga memulai kampanye stop phubbing ini dengan menghadiahkan kantung ponsel supaya orang-orang bisa lebih menikmati momen dan menyimpan ponsel mereka dalam kantung tersebut. 

Yang paling menarik perhatian saya adalah kampanye yang ada di web stop phubbing ini. Website ini punya desain yang simpel tapi menarik. Mereka memaparkan fakta-fakta tentang phubbing beserta data statistiknya. Anda juga bisa mendownload  design poster anti-phubbing, sampai design wedding card anti phubbing. 



Karena menurut mereka banyak dalam pernikahan orang yang malah sibuk update status ketimbang memperhatikan pengantinnya itu sendiri. Yang lucu lagi, kalau anda terganggu dengan pelaku phubbing ini, anda bisa mengupload fotonya ke website ini dan voila, foto phubbers itu akan tersebar dimana-mana dengan tulisan Shame a phubber




Menurut website ini Jakarta masuk urutan ke 11 lho dalam World’s greatest phubbing offenders alias pelaku phubbing ke terbesar di dunia ke 11 dengan 3.900.000 jiwa. Ya saya tak heran sih.

Ini adalah beberapa hasil survey yang dilakukan stopphubbing.com tentang kegiatan phubbing :

97% orang beranggapan bahwa rasa masakan berubah lebih buruk karena jadi korban phubbing.
87% remaja lebih memilih berkomunikasi dengan teks disbanding bertemu langsung satu sama lain
92% pelaku phubbing menjadi politisi
Rata-rata dalam satu restoran, akan terjadi 36 kasus phubbing di waktu makan malam. Efeknya akan setara dengan menghabiskan waktu sendirian selama 570 hari
Biasanya seorang phubbers akan menggunakan ponsel mereka untuk :
1-Update status
2-Sms orang-orang yang mereka anggap lebih baik dari anda yang ada di hadapan
3-Membeli music
4-Melakukan googling tentang Chuck Norris (Asli ini saya ngakak bacanya)
5-Bermain games
6-Tertawa untuk jokes yang bukan tentangmu.

Pada akhirnya semua kampanye stop phubbing ini mengarahkan orang-orang untuk tidak punya ketergantungan yang berlebihan terhadap gadget dan ponsel mereka. Ada banyak perubahan yang bisa seseorang buat ketika mereka mengurangi waktu untuk gadget. Ada hal yang indah yang bisa dilihat dibanding menunduk melihat gadget terus-terusan. Ada banyak momen yang akan lebih berarti jika kita stop untuk bikin pembuktian momen itu ada. Orang-orang bersama anda berarti butuh perhatian anda, dan pengabdian untuk Yang Maha Kuasa tidak bisa dibandingkan dengan sebatang ponsel.

Jadi keputusan ada di tangan anda. Mau jadi phubbers apa tidak?






1 Komentar

  1. Dekatin yg jauh, menjauhkan yg deket ..
    https://www.youtube.com/watch?v=SwzwiqG2vjM

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama